Minggu, 26 Mei 2013

Tasawuf; mari bertasawuf



(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra’du)
Tasawuf dalam dunia Islam sudah tidak asing terdengar di setiap telinga pemeluknya, dari kajian perkuliahan sampai di masyarakat umum. Banyak riwayat yang dijadikan klaim bahwa tasawuf memang sudah ada semenjak masa Rasullullah Saw. Hal ini dapat ditemukan pada referensi-referensi klasik maupun modern yang mengangkat tema tasawuf.
Para ulama dalam mendefinisikan tasawuf mempunyai pandangan yang berbeda.  Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy mengatakan “tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan larangan-Nya menuju kepada perintah-Nya”[1]. Sedangkan imam Al-Ghazali mempunyai definisi; “tasawuf adalah budi pekerti; barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk) Islam. Dan ahli zuhud yang jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan beberapa akhlak (terpuji), karena mereka telah melakukan suluk dengan nur (petunjuk) imannya”[2]
Ajaran Tasawuf merupakan nilai-nilai universal yang terdapat dalam setiap diri manusia. Dari ulama terdahulu sampai sekarang tasawuf masih tetap mempunyai tempat dalam pemeluk agama Islam sehingga belakangan ini tasawuf banyak terdapat di kota-kota besar kemudian hadir dengan nama tasawuf modern. Ada pula yang mendefinisikan bahwa tasawuf mencari kebenaran hakiki dengan cara meninggalkan kesenangan dunia, pendapat ini dikeluarkan oleh Ma’ruf al-Karakhy. Ditambahkan lagi oleh Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy bahwa tujuan tasawuf akan bisa dicapai dengan ilmu syari’ah, ilmu thariqah, ilmu haqiqah, dan ilmu ma’rifat.
Semua itu (dari syari’ah sampai ma’rifat) merupakan bagian dari taraf keislaman seseorang sejauh mana keberimanannya pada Allah SWT. Jadi, perkara yang paling penting dalam Islam adalah perkara iman. Semenjak al-Qur’an diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw., dari ayat pertama sampai lengkap 30 (tiga puluh) bagian (juzu’) mempunyai pesan agar manusia beriman kepada Allah SWT. Begitu pula dengan hadits yang telah berhasil dikumpulkan oleh para muhadditsin, pesannya menjelaskan kandungan pesan al-Qur’an. Hari  ini pun pesan yang terus disampaikan oleh para ulama tidak mengalami perubahan baik di timur maupun di barat seruannya hanya supaya manusia beriman, menyeru kepada kebaikan dan menegah dari yang munkar[3].
Namun semakin terlewatkan waktu dari awal penyampaian perkara iman tersebut sampai hari ini mengalami degradasi, semakin menurun sangat jauh dari generasi pertama, kedua, ketiga seakan-akan menurun tanpa ada pertahanan dari generasi ke generasi. orang beriman dalam menjalani hidupnya keseharian menggambarkan perbandingan sampai sejauh mana kualitas iman yang dimiliki oleh masing-masing personal. Ukuran yang dipakai ialah garis lurus yang telah digariskan oleh para rasul dan dicontohkan dalam tindakan keseharian yang mewujudkan peradaban yang belum tertandingi sampai hari ini.
Indonesia umumnya dan NTB khususnya terdapat banyak kiyai dan tuan guru yang bergerak sebagai muballigh mengajak semua ummat kepada kebaikan tetapi Indonesia bila dibandingkan Negara-negara yang sedikit uumat Islam di dalamnya peradabannya lebih rapi, NTB yang terkenal dengan seribu masjid seribu tuan guru dalam kacamata peradaban jauh tertinggal dari daerah lain yang tidak banyak memiliki simbol-simbol Islam seperti itu.
Ummat Islam yang sedang terkotak-kotak lantaran perdebatan antar mazhab dan golongan baik yang murni disebabkan oleh kepentingan membela pemahaman fiqhiyah atau karena kepentingan politik kekuasaan sudah saatnya bertemu pada titik persamaan supaya bisa saling bergandengan sesama saudara muslim. Tedapat banyak tugas bersama yang perlu diperhatikan bagaimana mengatasinya. Tugas yang paling krusial untuk masa ini adalah masalah “moral”. Kalau coba direkam pemberitaan di media massa melalui elektronik atau cetak selama seminggu saja mungkin akan mencapai angka puluhan kejadian amoral yang berhasil diketahui pihak media sedangkan yang belum terungkap lebih banyak dan lebih besar.
Fenomena saat ini persis seperti apa yang telah tertera dalam al-Qur’an bahwa kebanyakan manusia sedang di idap oleh penyakit disorientasi kehidupan. Praktek kehidupan yang diterapkan manusia sebagaimana praktek makhluk Alloh lainnya yang tidak diberikan petunjuk untuk menjalani kehidupan. Akibatnya, manusia sendiri yang menerima konsekwensi dari apa yang telah mereka terapkan. Patologi individu sudah sampai pada ranah sosial yang seolah-olah tidak bisa dihentikan dengan cara apapun. Di setiap sistem yang ada sepertinya nilai-nilai luhur hanya terdapat dalam teks dan wacana tetapi nihil dalam tindakan.
Harus ada segolongan dari ummat Islam yang peka terhadap keadaan ummat sekarang ini kemudian mengajak yang lainnya supaya kembali berpegang pada kalimah yang mempersatukan semua ummat manusia. Untuk itulah PB Jam’iyah Majelis zikir memandang bahwa menyampaikan kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH adalah obat bagi semua penyakit ummat dewasa ini. Bila kalimah tersebut sudah tertanam dalam jantung hati sanubari maka manusia akan menjalani kehidupan ini bukan dengan topeng melainkan apa adanya (ikhlas) yang dilandasi oleh sifat berterima kasih telah diberikan nikmat kehidupan (bersyukur) dan lapang dada menjalani semua bentuk rintangan menegakkan aturan Islam (sabar). Oleh karena itu, dalam rangka menta’zimkan kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH PB Jam’iyah Majelis mengajak semua elemen untuk bersama-sama berzikir dan berfikir mengatasi permasalahan diri dengan bermunajat kepada Allah SWT dan bertawassul kepada para alim ulama pada peringatan kelahiran seorang mulia Syekh Abdul Qodir Jilani Q.S.
kegiatan tersebut dilaksanakan setiap tahun, bertempat di Montong Razak desa Batunyala kecamatan Praya Tengah Lombok Tengah. dipimpin oleh TGH. M. Hulaimi Umar. selain itu, kajian umum dan kajian tasawuf dilaksanakan setiap hari minggu di Masjid Baetal Makmur Montong Razak.

[1] Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 203.
[2] Ibid, h. 204.
[3] Al-Qur’an Q.S. Ali Imran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar